Ketika kita tahu semua aturan dan hukum Allah, maka saat itu pula kita harus senantiasa sekuat tenaga untuk menegakkan hukum dan aturan tersebut. Kita adalah seorang muslim maka kita harus selayaknya memiliki kepribadian sebagai seorang muslim yang taat dan patuh pada aturan Allah.
Pedoman hidup manusai sudah terangkum dengan sangat jelas didalam Al Qur’an dan Hadits. Tinggal bagaiman setiap manusia mau dan mampu menjalankan aturan-aturan tersebut. Semua permasalahan hidup sudah ada aturannya di dalam kitab itu tidak ada yang kurang dan tercecer sedikitpun. Apapun dan segala betuk aktivitas sudah ada tuntunannya. Tinggal bagaiamana setiap orang yang sudah diberikan hidayah berupa keimanan dan aqidah yang mantap bisa memvisualisasikan bahasa kitab tersebut didalam keseharian hidupnya. Mulai bagaimana beribadah menyembah Allah , adab bermasyarakat, adab munakahat, adab perniagaan, adab berbicara, dan seluruhna semuanya telah adsemua aktivitas-aktivitas kita.
Nah dalam kesempatan ini saya TIDAK akan membahas tentang kriteria kekasih pilihan atau “cinta” adalah pilihan, itu sudah terlalu umum dan sudah banyak yang menulis gituan, hehe… tetapi saya akan focus membahas tentang pilihan atas bagaimana berpenghasilan/berma’isyah yang “pas” sesuai anjuran dan teladan Rosululloh SAW. Ada banyak jenis pekerjaan di dunia ini namun tidak banyak yang menyadari bahwa banyaknya jenis pekerjaan itu belum tentu semuanya halal dan barokah. Sebagai seorang muslim tentu harus mempunyai pilihan-pilihan yang menguntungkan bagi dirinya secara duniawi maupu secara ukhrowi. Artinya adalah pekerjaan itu bernilai besar secara penghasilan dan materi tetapi juga tinggi nilainya di akhirat kelak. Yaitu sebuah pilihan pekerjaan yang strategis bagi dunia dan bagi akherat.
Orang yang telah mengenal dakwah dan senantiasa berusaha mewakhafkan sebagian besar waktu, pikiran, tenaga dan hartanya untuk dakwah tidak akan menjatuhkan pilihannya pada suatau aktivitas pekerjaan yang akan mengurangi jatah waktunya untuk berdakwah. Itu pilihan yang konyol. Sebab kata Ust. Anis Mata adalah semakin tua dan semakin lama kita berada dalam barisan dakwah ini maka akan semakin besar pula beban kita di dalam dakwah. Oleh karena semua aktivitas terutama dalam berpenghasilan dan pekerjaan kita harus menjadi bagian dari kerja-kerja dakwah kita. Harus menjadi bagian dalam proyek besar dakwah kita. Jangan sampai waktu dakwah kita habis “hanya” karena masalah misyah. Kejadian ini adalah fenomena yang sedang menghinggapi ikhwah kita. Kerja-kerja dakwah semakin terbengkalai karena sibuk “bekerja”. Padahal tuntutan dakwah semakin lama semakin berat dan kalau hal ini terjadi maka akan terjadi ketimpangan yang luar biasa yang dapat menghancurkan nilai dakwah itu sendiri.
Dakwah tidak membutuhkan kita namun sebenarnya kita lah yang membutuhkan dakwah. Dakwah akan tetap berjalan dengan atau tanpa kita. Jadi sekali lagi dakwah juga merupakan pilihan bagi kita. Tetapi apakah iya orang yang sudah lama memahami tentang arti penting dakwah kemudian tiba-tiba berlepas diri dari dakwah?. Atau setidaknya intensitas dakwahnya mulai menurun karena seuatu hal? Pertanya ini adalah bersifat retoris, banyak kenyataan membuktikan bahwa hal-hal tersebut memang ada dan banyak terjadi dikalangan ikhwah kita. Dan salah satu penyebabnya adalah masalah ma’isyah atau pekerjaan.
Ketika sudah terbentur dengan pekerjaan biasanya semuanya akan diatur dan disesuaikan dengan pekerjaannya itu begitu juga dengan dakwahnya. Salah satu contohnya adalah dulu sebelum orang bekerja sebagai “ini” dia sangat aktif berdakwah, khutbah dimana-mana, ngisi kajian dimana-mana., namun karena sekarang sudah bekerja sebagai “ini” maka intensitasnya pun menurun, dia tidak lagi bisa leluasa mengisi khutbah dan kajian sebagaimana dulu sering ia lakukan, bahkan kehadiran untuk liqo saja sudah mulai menurun, bahkan liqo binaannya sudah mulai amburadul tak terurus. Apalagi setelah punya banyak anak, bisa jadi hampir tidak pernah ada agenda mengurus anak ataupun istri hanya karena pekerjaannya itu butuh banyak waktu dan pikiran.
Nah, gajala-gajala seperti inilah sebenarnya yang mampu menhancurkan dakwah itu sendiri oleh karena menjadi sangat mungkin bahwa dakwah di negara kita sangat lambat untuk berkembang. Mungkin inilah salah satu sebabnya dan saya kira masih ada banyak faktor lain yang menjadi variabel-vatiabel penyebabnya. Sering kita dapati dengan sebuah kenyataan bahwa ada banyak hadist dan “ungkapan pembela” bahwa bekerja itukan ibadah juga?
Memang benar dan saya sangat sepakat bekerja adalah ibadah sebab bekarja akan menghasilkan nafkah untuk anak dan istri mereka (keluarga)., dan sama juga nilainya berjihad di jalan Allah jika dilakukan dengan niat yang ikhlas serta cara yang benar tidak melanggar aturan Allah. Itulah ibadah “ghoirumahdoh”., namun konteks bekerja disitu sebenarnya adalah secara normantif yang aplikatif tetapi tidak bernilai strategis. Artinya jenis apapun pekerjaannya dia mampu menghasilkan uang tetapi bagi kemajuan dakwah sangat lambat, karena dia harus fokus pada pekerjaanya itu sehingga membutuhkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan lain sebagainya. Oleh karena juga jenis pekerjaannya itu tidak secara langsung berkaitan dengan dakwah secara horizontal maupun vertikal. Sehingga dalam konteks ini kehadirannya untuk bekerja telah mengurangi jatahnya untuk berdakwah kepada masyarakat.
Hal-hal seperti inilah yang harus diantisipasi sejak dini dan harus dipikirkan secara sungguh-sungguh mulai dari sekarang. Artinya hidup itu adalah pilihan dan pekerjaan adalah bagaian dari hidup kita sebab kita butuh survive dan uang adalah sarana untuk survive dan uang bisa didapatkan hanya dengan bekerja. , oleh karena itu pekerjaan adalah pilihan. Maka pilihlah yang paling strategis untuk dunia maupun untuk akhirat.
Lalu pekerjaan jenis apa yang seperti itu?? Teringat dalam salah satu kajiannya Ust. Anis bahwa carilah pekerjaan yang memenuhi 5 kriteria., yang pertama carilah pekerjaan yang tidak membutuhkan banyak waktu kita karena waktu kita untuk dakwah., carilah pekerjaan yang tidak membutuhkan kehadiran kita secara langsung karena kehadiran kita untuk dakwah, carilah pekerjaan yang tidak membutuhkan pikiran kita karena pikiran kita untuk memikirkan dakwah, carilah pekerjaan yang tidak menghabiskan tenaga kita karena tenaga kita untuk dakwah dan yang terakhir hasilnya harus besar.
Jenis pekerjaan apakah itu? Ikhwah fillah, setiap kita tidaklah sama dan juga setiap kita memiliki resep yang berbeda oleh karena itu kita dituntut untuk memikirkannya mulai sekarang., dan saya yakin pasti akan ketemu. Sejak saat itu saya mencoba memikirkan, memahami dan menghayati serta menghubung-hubungkan dan akhirnya saya menemukan sebuah hadist Rosululloh bahwa dari 10 jenis pekerjaan 9 diantaranya menghasilkan rizki paling banyak yaitu berdagang. Nah, berdagang itu konteksnya sangat luas, bisa berbisnis, bisa menjadi pengusaha dan bisa sebagai pedagang dan lain sebagainya. Dan ternyata memang benar bahwa pekerjaan sepert itulah yang membuat orang menjadi banyak rizkinya sebagaimana apa yag telah dicontohkan oleh Rosululloh 14 abad yang lalu.
Beliau Muhammad SAW adalah seorang bisnisman sejati. Sejak usia 6 tahun beliau sudah belajar untuk berbisnis., di usia muda beliau sudah lebih dari 18 kali keluar negeri untuk berdagang ikut pamannya Abu Thalib. Setiap kali pulang dapat keuntungan satu ekor unta betina yang sedang hamil, makanya saat beliau berusia 25 tahun beliau mempu memberi mahar 20 ekor unta merah untuk Khadijah r.a yang kalau dikurskan dalam rupiah bernilai setengah hingga 1 miliar, subhanalloh., luar biasa..
Ternyata memang dengan menjadi pengusaha banyak sekali hal yang bisa didapatkan dan inilah sebuah pekerjaan yang bernilai strategis. Kenapa strategis karena pengusaha yang sukses secara materi tentu akan jauh lebih besar jika dibandingkan pekerjaan lainnya misalnya sebagai PNS atau dokter atau karyawan atau pegawai tambang atau anggota dewan atau bahkan menteri. Sebagai pengusaha yang jujur dan kredibel disamping secara materi yag ia dapatkan akan lebih besar maka secara ukhrowi pun dia akan mendapatkan keberkahan uang.
Uang akan lebih barokah terbebas dari ribawi, gharar dan sebagainya karena ia bisa mengatur dari mana sumber pemasukan dan pengeluarannya., bahkan secara lebih jauh seorang pengusaha bisa memanajemen waktu nya sesuai dengan agenda-agenda dakwahnya., dan saya kira hal ini tidak bisa kita lakukan secara sempurna jika kita bekerja sebagai karyawan atau PNS dan sebagainya karena kita harus taat pada perturan atasan.
Ustad Sumiyanto dalam salah satu kajianya menukilkan sebuah hadits yang berisi seorang pengusaha yang jujur dan benar-benar ikhlas pekerjaanya karena Allah maka ketika mati dia akan diangkat bersama para syuhada. Bahkan secara lebih jauh lagi seorang pengusaha akan mampu memberikan banyak kemanfaatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, atau masyarakat sekitarnya. Bagi diri dan keluarga dia tentu akan mampu survive, dia mampu berzakat, berinfak dan berhaji dengan uang yang ia miliki. Bagi masyarakat dia mampu memberikan sodakoh bagi masyarakat disekelilingnya dan bahkan mampu memberikan lapangan pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhan hidup masyarakat disekitarya, subhanalloh..inilah nilai tambah sebagai pengusaha,. Apalagi kalau kita flashback lagi ke era sahabat dulu ternyata sebagain besar sahabat rosul adalah sebagai pengusaha atau pedagang dan ternyata mereka kaya raya., tetapi mereka juga zuhud terhadap kekayaanya itu, artinya siap menafkahkan sebagian besar hartanya untuk berjihad fisabilillah., rosul pun zuhud akan kekayaannya itu, karena itulah pilihan, beliau memilih meninggalkan harta kekayaan yang ia miliki karena piliahan beliau sendiri.
Beliau sudah merasakan kakayaan dunia di saat usia muda, dan saat beliau menerima wahyu kenabian yaitu saat usia 40 tahun beliau sudah tidak lagi memikirkan bagaimana cara memperolah kekayaan dunia, semua itu telah ia tinggakan dengan ikhlas karena salah satu sebabnya adalah beliau sudah terlalu kaya, artinya masalah fundamental yang satu itu sudah terpenuhi dan tidak menjadi agenda utama karena agenda beliau saat setelah menerima wahyu kenabian adalah dakwah bagi Islam. Rosul adalah orang yang paling sibuk di dunia, telah berperang lebih dari 80 kali dalam hidupnya, menjadi pebisnis, pemimpn negara, pemimpin umat, paling ramah dengan masyarakat, sayang pada anak-anaknya, paling mesra pada istriya dan hormat pada seluruh sahabat-sahabatnya. Terbukti seorang pengusaha yang mampu memanajemen usahanya juga mampu menanajemen hidupnya dan seluruh aktivitasnya dengan baik. Nah, kira-kira seperti itulah kisah rosul dan para sahabt yang telah menjadi inspirasi utama kita untuk bisa menentukan pilihan – pilihan hidup kita. Pilihan hidup yang strategis, pilihan hidup yang membahwa misi mulia, pilihan hidup yang memberikan banyak kemanfaatan bagi masyarakat dan bangsa kita. Berbisnis untuk mengangkat perekonomian bangsa.
Dalam berbagai sumber dikatakan bahwa salah satu syarat terbentuknya negara maju adalah jika minimal 4% dari total penduduknnya adalah pengusaha atau pebisnis atau entrepreneur. Nah, sekarang kita lihat Singapura telah memiliki 7% pengusaha dari total penduduknya, Jepang sudah lebih dari 12-13% dan Amerika kita dapati setiap menit muncul 1-2 pengusaha baru. Sedangkan kita Indonesia sampai saat ini baru sekitar 0,2% dari 240 juta adalah sebagai pengusaha. Jadi masih sangat jauh untuk sekedar memiliki satu syarat dari banyak syarat berdirinya sebuah negara maju. Oleh karena itu inilah tugas kita sebagai generasi-generasi muda harapan bangsa. Mulailah kita berpikir maju dan strategis dalam banyak hal sehingga kita dapat memberi banyak kemanfaatan bagi orang lain karena rosul bersabda sebaik-baik manusia adalah yang bisa bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Yakin lah, tidak ada kata terlambat.
Namun yang sering menjadi “permasalahan” selama ini adalah mental masyarakat kita yang mungkin bisa dikatakan rapuh, lemah dan apa adanya., pada saat ini masyarakat lebih bangga jika mereka bekerja sebagai PNS misalnya. Masyarakat jauh mementingkan prestise, derajat sosial dan mungkin dana pensiun dsb., cara pandang masyarakat seperti ini yang perlu diperbaiki dan ternyata memang tidak mudah, sebab sebagian besar masyarakat kita ternyata seperti itu, apakah karena warisan penjajah kolonial dulu yang begitu meninggikan status “AmbtenaR”. , ambtenar adalah bahasa Belanda dari kata pegawai. Betapa kita lihat dahulu bahwa masyarakat yang bisa menjadi ambtenar adalah dari kalangan menengah ke atas. Anak demang, anak kulit putih atau anak para bangsawan serta saudagar kaya., sedangkan masyarakat kecil tidak pernah ada kesempatan sama sekali dan oleh karenanya selamanya akan dipinggirkan. Pada saat itu sebagai ambtenar sangat menyenangkan, hidup enak serba kecukupan dan memiliki strata sosial yang tentu lebih tinggi. Nah, hal itulah yang ternyata juga diidam-idamkan oleh semua masyarakat tak terkecuali golongan masyarakat kecil sekalipun pada waktu itu. Mereka berkhayal bagamana enaknya menjadi ambtenar, dan akibatnya mimpi-mimpi mereka itu ia tularakan kepada anak cucu mereka hingga sekarang.
Dampaknya? Seperti inilah negara kita. Begitu banyak para perindu PNS. Begitu lowongan dibuka ribuan orang sudah mulai antre mendaftarkan diri yang terkadang setiap instansi hanya membutuhkan 1-2 formasi. Merela rela berjam-jam antre, perpanas-panas, perpeluh kerigat dan bahkan rela bolak-balik ngurus surat ijin, fotocopy dan urusan administrasi lainnya, dan parahnya tidak sedikit dari mereka rela merogoh uang jutaan rupiah sebagai pelican agar ia diterima di salah satu formasi lowong yang ada. Bahkan ujian pun terkadang atau mungkin sering terjadi praktek-praktek tidak jujur, budaya KKN juga sudah berkembang dalam proses penerimaan CPNS di negeri ini. Mereka rela melakukan seperti itu hanya demi status. Mungkin mereka sadar gaji PNS tidak besar namun statuslalah yang menjadi jaminan mereka mau mengorbakan segalanya, atau uang penisun lah yag mereka kejar atau sertifikat sebagai seorang pegawai negeri yang bisa “disekolahkan” yang ia kejar sehingga mereka mau mengorbankan segalanya. Tentu saya kira tidak semuanya seperti itu, masih banyak orang-orang yang jujur di dunia ini, masih bayak juga orang-orang yang amanah di dunia ini. Atau karena memang sejak awal dia pingin mengabdi bagi bangsa ini sebagai PNS bisa jadi itu juga adalah pilihan mereka., sekali lagi itu adalah pilihan. Namun saya kira masih banyak juga orang-orang yang professional yang bekerja di instansi pemerintah. Sebab bagaimanapun kita butuh pelayanan negara yang baik dan itulah para pegawai negeri.
Secara kultural masyarakat kita tidak seperti China atau Jepang yang ulet dan tangguh dalam berdagang serta memiliki banyak kreatifitas dan inovasi dalam mengatasi masalah hidup mereka. Apakah gerangan penyebabnya?? Apakah tanah kita terlalu subur diatas zamrud khatulistiwa? Tanam batu dan tongkat berubah jadi tanaman., atau kekayaan laut kita yang luar biasa besar? Apakah kita sudah cukup dengan semuanya itu sehingga kita tidak perlu lagi bekerja keras? Apakah jumlah penduduk kita yang sudah sangat banyak ini sudah membuat kita merasa disegani olah masyarakat internasional? Tentu seabreg alasan lain mungkin akan mudah dikeluarkan mulut kita ketika kita disinggung maslah tersebut.
Ironi memang, kita kaya akan singkong tapi masih tetap saja impor sigkong dari Italia. Kita kaya akan sawah tapi tidak bisakah kita berswasembada beras lagi?? Kita kaya akan tambang tapi sudah sejauh manakah optimalisasi kekayaan bumi kita untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam UUD pasal 33 ayat 3 sehingga setidaknya sampai saat ini Freeport, Newmount dan perusahaan asing yang lainnya tetap masih mendominasi hasil bumi kita. Tentu kita tidak bisa membiarkan begitu saja akan “dosa-dosa” besar para pendahulu kita tetap berlanjut hingga merampas kebahagiaan anak cucu kita kelak di masa depan.
Lantas apa yag bisa kita lakukan??? Apakah cukup dengan berdo;a “Ya Allah tolong turnkanlah hujan dari langit?” dan sebagainya?? Silahkan dijawab sendiri ya…
Hmmm, aku sendiri sekarang “malah” menjadi pendidik / dosen di sebuah kampus di Jogja yang katanya akan berubah menjadi negeri..sekali lagi itu bukan aib, atau kesalahan tapi itu adalah pilihan. Tapi ingat bahwa kemauan dan keinginanku untuk berbisnis seperti rosul dan para sahabat menjadi sebuah goals yang semoga bisa terealisasi amiin, insya Alloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar