Rabu, 27 Mei 2015

Dualisme Kompetisi Sepak Bola

Akhir-akhir ini sering terjadi di perhelatan sepak bola negara kita antara pemerintah dan PSSI. Entah siapa yang benar siapa yang salah yang pasti akan merugiakan oleh banyak pihak. Akhir-akhir ini mencuat tentang langkah Kemenpora yang ingin merevitalisasi dan memperbaiki kompetisi serta pembinaan sepak bola di negara kita. Namun disisi yang lain PSSI bersikeras tidak mau diintervensi oleh pemerintah dalam hal ini Kemenpora. Dua hal ini berujung pada pembekuan PSSI oleh Kemenpora yang dampaknya adalah PSSI tidak bisa lagi menggelar kompetisi ISL karena izin keramaian tidak dikeluarkan oleh kepolisian. Fifa memberi kepada PSSI waktu sampai 29 Mei 2015 untuk menyelesaikan masalah internal sepak bola nasional Indonesia.

Andai saja masalah ini tidak segera selesai tepat pada waktunya nanti, apa yang akan terjadi dengan sepak bola kita? Supaya obyektif kita bisa lihat dengan dua sudut pandang yang berbeda. Pertama, apa manfaat dan kerugian yang bisa didapatkan jika Indonesia disanksi FIFA dan yang ke dua adalah apa manfaat dan kerugian jika Indonesia tidak jadi dibanned FIFA.

Jika kita amati lebih terperinci Kemenpora dengan membentuk tim transisi sebagai perpanjangan tangannya pada dasarnya tidak takut di sanksi oleh FiFA, namun sebenarnya harapan Kemenpora secara umum adalah bahwa kompetisi sepak bola nasional harus tetap berjalan disertai dengan transparansi dana dan pengelelolaan kompetisi yang tepat. Sedangkan PSSI secara umum tidak mau diintervensi oleh Kemenpora. PSSI juga tidak mau  jika Indonesia disangsi FIFA sebab PSSI tahu betul akan dampak negatif dan kerugian jika terkena sangsi.

Kembali kepada dampak dan kerugian jika Indonesai di sanksi oleh Fifa ataupun tidak jadi disanksi. Pertama jika Indonesia disanksi oleh FIFA dampaknya adalah :

           a.       Dampak Positif :
  • Menjadi wahana instropeksi bagi semua pihak baik pemerintah dan pengelola kompetisi PSSI ataupun PT Liga.
  • PSSI dan pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk berbenah secara internal dan mempersiapkan kompetisi dengan sabaik-baiknya seperti permasalahan legalitas klub dan penunggakan gaji pemain.
  • Memutus rantai praktek  mafia bola, bandar judi, match fixing, dualisme kompetisi dan politisasi sepak bola.
  • Belajar dari negara – negara yang pernah dibanned FIFA seperti Burnei, Nigeria dan Finlandia.
         b.      Dampak Negatif :
  •  Indonesia tidak bisa mengikuti berbagai ajang turnamen atau uji coba internasional sehingga menyebabkan rangking FIFA juga melorot tajam.
  • Kompetisi Nasional tidak bisa berjalan dengan baik karena tidak ada sponsor dari luar yang mau membiayai PSSI dan PT Liga untuk menggelar kompetisi.
  • Pembinaan usia muda akan terhambat  sebab minimnya sponsor yang masuk dari perusahan  luar. Mungkin tv swasta atau nasional juga akan “malas” membiayai kompetisi yang diselengarakan operator.
  • Masyarakat tidak punya hiburan sepak bola nasional sekelas ISL ataupun Divisi Utama.
  •  Ribuan pemain, wasit, official, measure, pelatih yang menggantungkan hidupnya pada bola menganggur dan tidak punya pemasukan.
  • Ribuan pedagang asongan, penjual baju jersey klub, tukang parkir dan tukang sampah di sekitar stadion tidak lagi bisa mendapati rizkinya dari sepakbola. 

Adakah Politisasi Sepak Bola di Negeri Kita?

Sepak bola dan politik yang pada dasarnya berbeda tapi sejatinya kita bisa merasakan bahwa sepakbola telah dijadikan alat untuk kampanye politik. Sepintas mungkin sebagai masyarakat pecinta bola yang “lugu” tidak begitu peduli akan hal itu. Yang penting ketika tim kesayangan bermain dan menang maka itulah kesenangan kita, dan kita telah merasakan kebahagiaan yang luar biasa. 

Namun bagai pecinta bola yang kritis tentu saja ketika terjadi politisasi dalam sepak bola tentu akan marah dan kecewa karena sepak bola tidak lagi mencerminkan kemurniannya dalam bidang olahraga dan hiburan. Sepak bola tanah air “mungkin” telah dipolitisasi. Banyak issu yang beredar di media masa bahwa saat timnas garuda muda melakukan tur nusantara, dana yang didapat tidaklah jelas artinya larinya kemana sehingga ada yang menafsirkan bahwa dana dipakai oleh “oknum” organisasi sepak bola untuk keperluan kampanye politik. 

Kalau kita cermati lebih mendalam memang secara logika akan begitu menguntungkan jika bisa mempolitiasasi sepak bola. Sepakbola punya unsur sponsor dan dana yang besar, punya unsur massa yang banyak dan juga punya unsur loyalitas yang tinggi. Sistem politok di indonesia adalah demokrasi, maka siapapun yang ingin menjadi penguasa daerah ataupun pejabat negara tentu dia butuh uang yang banyak, sukungan massa yang banyak, popularitas dan juga loyalitas para pendukungnya. 

Nah, tampaknya semua syarat ini dapat dipenuhi dengan bisa mengeksploitasi dan mempolitisasi sepak bola. Pemilik klub bisa saja mempolitisasi sepak bola dengan dukungan suporter yang fanatis dan loyal untuk mendukunya menjadi calon bupati atau walikota? Adakah di negeri kita?  Hal ini sangat mungkin terjadi. Sepakbola nasional kita akan sulit berkembang jika hal ini terjadi. 

Mau dibawa ke mana sepak bola Indonesia?

    Beberapa bulan terakhir ini media sosial maupun elektronik sangat gencar memberitakan “kekisruhan” antara PSSI dengan Kemenpora. Pertanyaanya adalah mengapa sedemikian gencar? Bahkan menjadi treding topik dalam berbagai media harian lokal maupun nasional? Pada dasarnya jawabannya adalah sederhana bahwa masalah itu sangat erat kaitannya antara sepak bola dan politik.  Dua hal itu adalah sangat berbeda, sebab sepak bola adalah ranah dalam bidang olahraga sedangkan poltik adalah cara seseorang atau sekelompok orang untuk menguasai tampuk kekuasaan dalam suatu pemerintahan. Jelas dua hal yang sangat-sangat berbeda. Meskipun berbeda tetapi jika kita telusri  benang merahnya pasti ada ketemu. 

         Kita tahu bahwa sepakbola adalah olahraga yang paling  populer dan paling digemari oleh penduduk bumi ini tak terkecuali di negara kita tercinta. Sepak bola adalah olahraga yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan olahraga lain karena sepakbola merupakan suatu simbol pemersatu bangsa. Boleh dikatakan bahwa sepak bola adalah salah satu simbol nasionalisme bangsa. Begitu membahana dan begitu gegap gempita ketika banyak orang antusias mendukung tim kesayangannya dengan datang langsung  ke stadion.

Kita ingat tahun 2010 yang lalu ketika timnas Indonesia bertempur di AFF Suzuki Cup. Kebetulan Indonesia jadi tuan rumah ajang dua tahunan yang diikuti negara-negara ASEAN tersebut. Timnas Indonesia belum pernah juara diajang tersebut, paling mentok hanya runnerup beberapa kali artinya timnas garuda hanya mentok sampai partai final tetapi untuk urusan membawa thropy juara tidaklah pernah kesampain. Ekpestasi dari masyarakat bola tanah air yang begitu tinggi pada waktu itu agar timans garuda meraih juara.

Benarsaja permainan menarik dan atraktrif dengan gaya tiki takanya Barcelona FC selalu diperlihatkan Firman Utina cs kala bersua musuh-musuhnya. Kemenangan demi kemenangan selalu diraih pada tiap pertandingan dengan permainan yang menawan dan menggairahkan. Masyrakat dari penjuru tanah air berbondong-bondong datang ke Gelora Bung Karno untuk mendukung dan melihat langsung bintang-bintang pujaan mereka. Stadion berkapasitas 100 ribu penonton penuh sesak dan tampaknya stadion tebesar di Asia Tenggara tersebut tidak mampu lagi menampung jumlah penonton yang begitu banyak. Kejadian itu memaksa panitia pelaksana atau panpel memasang layar lebar di luar stadion agar penonton yang datang tidak terlalu kecewa. Bagi jutaan penggemar sepak bola di tanah air yang tidak sempat nonton langsung di stadion, dapat menikmati permainan yang memikat itu di tv swasta nasional. Hal ini menjadi suatu fenomena yang luar biasa bahwa sepakbola ternyata dapat menumbuhkan semangat nasionalisme. Semua masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke bersatu padu memberi dukungan dan semangat kepada timnas Indonesia.

Pada saat itu aku juga merasakan euforia dan  begitu luar biasa permainan Ahmad Bustomi cs, permainan yang sangat menghibur dan tidak membosankan. Pada akhirnya timnas yang ditangani Alfred Ridel sampai ke partai puncak melawan Malaysia. Sangat disesali ketika bermain di St. Bukit Jalil tuan rumah Malaysia menang telak 3 gol tanpa balas. Kejadian itu sangat disayangkan oleh berbagai pihak karena pada saat babak penyisihan Oktavianus Maniani &  Irvan Bahdcim cs menang telak 5-1. Hasil yang sangat diluar dugaan gawang Markus Horison bisa dibobol dengan mudahnya oleh Syafie Shali cs. Meskipun dikandang kita bisa menang 2-1 lewat goal Muhammad Nasuha tapi hal itu sama sekali tidak bisa membantu timans garuda merasakan gelar untuk pertama kalinya. Padahal, tinggal selangkah lagi. Dengan hasil ini kita bisa merasakan bagaimana begitu kecewanya masyarakat bola di tanah air.

Beda lagi dengan kisah Timnas U19 yang mencuat setelah menjuarai AFF U19 dan lolos ke Piala Asia U 19  pada tahun 2013 lalu. Evan Dimas dan kawan-kawan begitu dielu-elukan oleh para pecinta bola di tanah air. Diliat dari cara mereka bermain benar-benar sangat menarik dan menggairahkan serta tak kenal lelah.  Bahkan sebelum mereka menjuarai even tersebut mereka sudah lebih dulu juara 2 kali di salah satu turnamen sepakbola internasional di Hongkong. Maka tak heran kemudian Zulfiandi cs ditargetkan masuk 4 besar Asia sehingga dapat jatah tiket langsung untuk ikut Piala Dunia di Selandia Baru tahun 2015.

Indra Syafrie sepagi pelatih kepala pada waktu itu mensyaratkan setiap pemain harus memiliki   skill, teknik, stamina, intelegensia dan mental yang baik.  Syarat yang begitu kompelt sebagai pemain sepakbola, sehingga memaksa coach dari Padang tersebut harus rela “blusukan” ke seluruh pelosok tanah air mencari bakat-bakat muda yang berpotensi melambungkan dan membawa kejayaan bagi timnas indonesia. Hasilnya pada saat itu kita bisa melihat aksi-aksi yang menawan oleh sosok Ilham Udin Armayn dari Ternate Maluku Utara, Zulfiandi dari Aceh, Maldini Pali dari Mamuju  Sulawesi Barat, Yabes Roni dari Flores NTT, Sahrul Kurniawan dari Ngawi, Muchils Hadi dan Hansamu Yama dari Mojokerto, Dinan Xavier dari Bantul Jogjakarta hingga sang super star Evan Dimas dari Kota Pahlawan Surabaya.

Dengan berbagai program latihan yang teratur dan disiplin telah membuat mereka menjadi juara dan meraih berbagai prestasi serta telah  menjadikan mereka bintang-bintang muda yang terkenal pada waktu itu. Berbagai tawaran iklan dan program dari televisi swasta mulai berdatangan. Namun menejemen dan tim pelatih telah sepakat bahwa pemain harus fokus untuk berlatih agar dapat mewujudkan mimpi tampil di Piala Dunia U 20.  Program Tur Nusantara  baik Jili 1 dan 2 dimana timnas U 19 bertanding melawan tim lokal U 21  digulirkan. Tur Timur Tengah dilakukan dengan melawan kesebelasan dari  negara-negara Arab seperti UEA. Turnamen Hasanal Bolkiah di Brunei diikuti  serta Turnamen Cotif di Spanyol diagendakan, namun pada akhirnya Turnamen Cotif yang rencana diikuti mendadak dibatalkan oleh PSSI. Pada akhirnya PSSI mengganti partai ujicoba dengan tim-tim macam Barcelona B, Madrid B, Atletico Madrid B yang tampil di Segunda Divison.. Semua itu dilakukan sebagai ajang dan persiapan mengadapi Piala Asia U 20 di Myanmar. Namun pada akhirnya apa yang terjadi? Mungkin kita sudah tahu diawal bahwa kita tidak akan pernah menjadi juara. Benar saja bahwa pada fase penyisihan timnas garuda muda babak belur dihajar Uzbekistan dan UEA sehingga gagal mewujudkan mimpi ikut Piala Dunia. Pada awalnya banyak publik bola di tanah air berharap bahwa ini lah cikal bakal timnas garuda muda sesungguhnya namun pada akhirnya berujung pada kekecewaan.

Timbul banyak pertanyaan tentang kemana prestasi timnas  kita? sedemikian banyak penduduk kita untuk mencari 11 pemain berkualitas aja tidak bisa? Bagaimana dengan sistem pembinaan sepak bola di negara kita? lantas siapa yang perlu di salahkan? apakah  PSSI? Atau pemerintah dengan Kemenporanya? Mulai dari mana kita berbenah? Begitulah beragam pertanyaan muncul dari masyarakat sepakbola di tanah air.


Berikut ini beberapa catatan yang mungkin dapat dijadikan sarana evaluasi bagi pengelolan sepakbola nasional kita ke depan, diantaranya adalah :
  1. Sepak bola dan politik 
  2. Dualisme kompetisi 
  3. Mafia bola, bandar judi dan pengaturan skor.
  4. Proses pembinaan pemain usia muda dan kompetisi reguler
  5. Sarana infrastruktur dan sport science
  6. Profesionalisme, transparansi dan legalitas 






Senin, 25 Mei 2015

Mengejar Mimpi!!

mengejar mimpi, meraih mimpi, cita-cita setinggi langit
Setiap orang pasti memiliki impian dalam hidupnya. Setiap orang pasti juga memiliki caranya masing-masing untuk melalui hari demi harinya dalam mengisi hidupnya di dunia ini. Ada orang yang punya visi, misi dan mimpi yang jelas begitu pula ada yang tidak memiliki cita-cita sama sekali sehingga hidupnya hanyalah mengalir saja tidak jelas mau dibawa kemana. Memang butuh proses yang panjang untuk bisa menentukan visi dan misi hidup seseorang, butuh perenungan, butuh ikhtiar dan butuh mimpi. Begitu juga diriku, aku juga punya mimpi untuk bisa mewujudkan visi kehidupan di dunia sekaligus akherat. Mengapa kemudian saya kembali mengulas tentang mimpi dengan visi dan misiku ditulisan ini, karena tulisan begitu penting sebagai salah satu cara untuk memvisualisasikan ide-ide dan gagasan serta mimpi dalam hidupku. Kata banyak orang yang telah suskses bahwa “anda harus memvisualisasikan mimpi-mimpi anda dalam suatu tulisan atau gambar sehingga dengan begitu apapun mimpi anda akan selalu terpikirkan oleh anda dan inilah kelak yang akan membuat anda sukses mewujudakn mimpi-mimpi anda”.

Sebagai dosen memang sesuatu yang menyenangkan, sebab itulah mimpi yang pernah aku tuliskan ketika aku sedang sekolah ataupun kuliah. Mimpi menjadi dosen adalah mimpi yang telah terwujud. Saya dulu memimpikan sebagai dosen karena dengan menjadi dosen ada banyak hal yang bisa saya lakukan kepada orang lain artinya memberikan ilmu kepada mahasiswa dalah salah satu cara bagaimana kita bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada manusia. Dalam hadist dikatakan bahawa “manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. Oleh karena itu aku berpikiran bahwa menjadi dosen adalah mimpi yang realistis bisa mengaplikasikan hadist itu. Aku anggap bahwa dosen sama seperti guru, ustadz bahkan dokter, sebab profesi tersebut sama-sama dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi banyak orang. Guru dan dosen dapat memberikan ilmu , ide dan gagasan tentang teknologi serta sumbangan pemikiran bagai masyarakat dan pemerintah, kalau dokter bisa mambantu menyembuhkan orang yang sakit, kalau ustadz dapat memberikan pencerahan dan ilmu agama kepada orang lain. Jadi sama-sama dapat berkontribusi bagi masyarakat.

mimpi menjadi pemain timnas, pemain timnas, timnas Indonesia
Pemain Timnas Indonesia
Pernah juga dulu aku bermimpi menjadi pemain sepak bola profesional atau pemain timnas Indonesia. Karir itu sudah lama aku rintis mulai ikut berbagai turnamen sepak bola antar kampung (tarkam), ikut SSB hingga menjadi pemain Liga Remaja tingkat Nasional di PSS Remaja U 18 atau ikut tim Porda Kab Sleman. Aku dulu juga pernah ikut selaksi timnas U 19. Rasanya bangga bisa menjadi pemain timnas Indonesia atau minimal menjadi pemain kesebelasan PSS Sleman, pikirku saat itu. Pertanyaannya adalah kenapa aku pingin menjadi pemain timnas? Tidak lain adalah bahwa dengan menjadi pemain timnas maka aku akan bisa membawa Indonesai ke Piala Dunia dan juga menjuarai berbagai ajang sepak bolah tingkat internasional. Selain itu aku akan bisa memberikan kebanggan bagi bangsa Indonesia yang telah lama “seret” prestasi. Bisa memberikan hiburan kepada masyarakat luas sehingga dengan begitu berarti aku juga bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Apalagi sepakbola adalah olah raga yang paling populer di jagat raya ini tak terkecuali Indonesia tercinta. Nah, selain alasan-alasan itu pada dasarnya memang aku hobi bermain bola sehingga semakin menambah semangat untuk bisa menjadi pemain bola secara profesional.

Waktu terus berjalan dan pada akhirnya akupun memutuskan untuk memilih mana mimpi yang realistis untuk aku wujudkan. Dilematis adalah kata – kata yang tepat untuk menggambarkan tentang mewujudkn mimpiku. Ada dua mimpi yang ingin aku wujudkan saat sekolah dulu yaitu sebagai dosen atau sebagai pemain timnas Indonesia. Hati dan pikiranku berkecamuk begitu kuat, perang batin yang begitu dahsyat menggambarkan suasana pikiranku pada waktu itu. Tidak tahu harus bagaimana hidup ini berlanjut dan bagaimana kira-kira hidupku kelak, akan dikenang sebagai apakah aku esok? atau, setelah mati aku akan dikenang sebagai apa? Berapa banyak kontribusi yang bisa diberikan kepada masyarakat ketika aku menjadi pemain timnas? Atau berapa banyak manfaat yang aku dapat berikan kepada orang lain saat aku menjadi dosen? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang hadir di dalam pikiranku pada waktu itu. Namu aku akan memutuskan untuk bisa memilih. Jadi aku harus memilih dan aku putuskan memilih kedua-duanya. Ah, bercanda!! :) Tidak bisa memilih kedua-duanya sebab dua mimpi itu mempunyai karakteristik yang sama sekali berbeda. Waktu hanya 24 jam sehari sehingga untuk menjadi ulung maka kita harus fakus pada salah satunya.

Pada akhirnya dengan berbagai macam pertimbangan dan istiqoroh maka menjadi dosen adalah pilihan yang realistis bisa mewujudkan visi dan misiku yaitu menjadi orang yang bahagia dunia akhirat dengan memberiakn manfaat bagi orang lain.
mimpi menjadi dosen, cita-cita dosen, mengajar, dosen
menjadi dosen
Aku pikir dengan menjadi dosen, aku bisa mengajar memberi pencerahan kepada orang lain dan bahkan aku bisa menggampar para mahasiswaku dan tentu saja aku masih bisa melakukan dan memanjakan hobi+ passionku tentang sepak bola. Namu dengan menjadi pemain timnas maka tentu saja tidak bisa aku nyambi ngajar mahasiswa karena waktuku tersita untuk fokus berlatih dan berlatih. Oleh karena itu semoga dengan pilihanku menjadi dosen aku bisa mendapatkan kedua-duanya yaitu mengajarkan ilmu yang bermanfaat bagai mahasiswa dan tentu saja aku bisa sesekali memanjakan pasionku tentang sepak bola.

Alhamduliullah keputusanku cukup tepat. Saat ini aku telah diangkat sebagai dosen tetap di salah satu perguruan tinggi negri di Yogyakarta. Selain mengajar sebagai dosen ternyata hari-hariku masih bisa aku jalani dengan bermain bola meskipun tidak di SSB atau di klub sepak bola. Sesekali aku bisa main bola dengan tim sepak bola di kampus tempat aku mengajar, sesekali juga aku bisa bermain futsal dengan teman-teman di rumah ataupun aku masih bisa nonton bola di TV atau stadion. Bahkan aku beberapa kali nonton bola timnas Indonesia maupun PSS Sleman di stadion.
mimpi suporter, pendukung pss, bcs sleman, fans sleman, slemania
Suporter PSS Sleman
Dengan menjadi suporter dan fans saya kira sudah lebih dari cukup untuk bisa menyalurkan hobi ku tentang sepak bola. Menurutku passion itu penting untuk dijalani dan jangan dimatikan sebab dengan pasion maka kita akan bisa menikmati hidup kita dengan nyaman dan tidak stress.

Nah itulah sekelumit tentang perjalanan mimpi dan cita cita ku. Maka bagi anda yang sedang mencari mimpi dan cita-cita hidup maka teruslah fokus pada cita-cita anda dan tentu saja larilah mengejar mimpi dan cita cita anda, jangan mudah menyerah, pertimbangkanlah dan renungkanlah dengan matang apakah mimpi dan cita-cita anda dapat memberikan kebaikan pada diri anda sendiri maumpun orang lain, berdoalah karena kita hanya bisa berbuat dan berusaha namun keputusan akhir ada di Allah sebab rencana Tuhan adalah pada dasarnya sesuatu yang harus kita terima dengan ikhlas, kemudian yang paling penting adalah apakah mimpi anda dapat membahagiakan anda baik di dunia dan juga di akherat? Pikirkanlah baik-baik. Salam sukses!!